Film The Sandman akhirnya hadir di Netlflix setelah butuh tiga dekade untuk mengadaptasi sebuah buku komik karya dari Neil Gaiman dan diterbitkan oleh DC Comics.
Butuh tiga dekade untuk mengadaptasi karya Neil Gaiman dalam sebuah film. Dari sejak awal tahun 90an, Hollywood sudah berlomba-lomba mencari cara bagaimana untuk mengadaptasi komik tersebut.
Dilihat dari beberapa sumber, upaya untuk mengalihkan komik DC Neil Gaiman menjadi film atau serial konon telah diusahakan sejak tahun 1991.
Namun, akhirnya di tahun ini ‘The Sandman’ berlayar di Netflix. Bagian yang paling mengejutkan mungkin kamu perlu adaptasi ini sama sekali tidak mengecewakan.
Film The Sandmand sendiri merupakan serial drama fantasi dari Amerika yang dikembangkan oleh Neil Gaiman bersama David S. Goyer dan Allan Heinberg.
Dan diproduksi oleh DC Entertainment dan Warner Bros. Television Seperti judul komiknya yakni ‘The Sandmand’.
Setelah berlayar di Netflix, ‘The Sandmand’ berhasil membuat adaptasi yang baik sehingga berhasil mencuri perhatian masyarakat.
Dalam film pembuatan ‘The Sandman’ berlangsung dari Oktober 2020 hingga Agustus 2021.
‘The Sandman’ pun tayang perdana pada 5 Agustus 2022 lalu, dan secara umum mendapat ulasan positif dari para kritikus.
Film The Sandman memang sedikit aneh dan agak membingungkan tapi David S. Goyer, Allan Heinberg dan Neil Gaiman berhasil mengemas itu semua dengan jelas dan mudah untuk dipahami.
Berawal pada tahun 1916 ketika Dream atau Sandman atau Morpheus, diperankan oleh Tom Sturridge. Ia ditangkap oleh Sir Roderick Burgess Charles Dance
Ditangkapnya Dream ini tentu saja membuat dunia agak menjadi kacau. Karena ia bertugas sebagai makhluk yang mengontrol mimpi manusia, karena kejadia tersebut terdapat banyak orang yang tidak bisa bangun lagi dari mimpinya.
Dan itu hanya sedikit permasalahan dari banyak hal yang harus Dream hadapi.
Dream diasingkan hampir selama satu abad. Setelah itu akhirnya ia berhasil lolos, Dreampun harus mencari tiga benda yang menjadi sumber kekuatannya.
Terdapat semacam topeng , batu rubi dan pasir. Sehingga ketika satu abad dia dikurung, dunia banyak berubah. Salah satunya orang-orang yang ada di sekitarnya.
Dalam alur ceritanya, film The Sandman tidak buru-buru dalam bercerita dan anehnya film ini tidak mengorbankan pacing soal melakukan ini. The Sandman tetap mengalir dengan enak.
Terdapat banyak hal yang membuat The Sandman berhasil menggarap film itu.
Salah satunya adalah dalam proses casting. Pemilihan aktor dalam The Sandman luar biasa jenius.
Tom Sturridge sebagai Dream/Morpheus benar-benar cocok dan sangat mempesona. Dream/Morpheus tentu bukanlah peran yang mudah.
Dalam episode pertamanya saja, dream hanya mengucapkan beberapa dialog. Tapi gerak-gerik tubuhnya dan juga ekspresi wajahnya sangat melekat siapa karakter ini.
Dan ketika akhirnya Sturridge mendapatkan kesempatan untuk berdialog.
Ini bukanlah pertama kalinya Boyd Holbrook menjadi musuh.
Kirby Howell Baptiste sebagai Death sangat memiliki kesan meskipun screen time-nya tidak banyak.
Gwendoline Christie membuat Lucifer terlihat begitu keren (adegan khusus battle diantara keduanya adalah sekuens yang layak ditelaah lebih lanjut).
Mason Alexander Park yang diperankan oleh Desire dengan begitu menggigit. Jenna Coleman membuat Johanna Constantine langsung menjadi idola. Dan Vivienne Acheampong merupakan pustakawati idola masyarakat tentunya.
Keberhasilan departemen casting The Sandman tidak hanya berhenti di karakter-karakter utama tapi juga orang-orang yang hanya tampil dalam satu dua episode.
Charles Dance sangat efektif untuk menjadi katalis. David Thewlis sebagai John Dee berhasil membuat saya takut sekaligus simpati terhadap karakternya.
Diambil dari cerita “Preludes & Nocturnes” dan “The Doll’s House”, 10 episode The Sandman terasa seperti sebuah petualangan.
Bertemu dengan orang-orang menarik secara sekelebatan. Bahkan dalam situasi ekstrem, kita diajak untuk melihat sebuah mimpi buruk dalam sebuah rumah makan.
Keputusan ini membuat The Sandman menjadi sebuah hidangan dengan berbagai rasa.
Efeknya adalah ada beberapa karakter yang terasa jauh lebih menonjol dan bikin kangen (chemistry antara Dream dengan Johanna Contantine terlalu nyetrum untuk menjadi “hiasan”) dan ada beberapa episode yang terasa lebih mencuri perhatian.
Salah satu episode yang mungkin sangat tidak bisa dilupakan ialah episode lima yang berjudul “24/7”.
Setting-nya hanya di sebuah rumah makan 24 jam ketika karakter John yang membawa batu rubi bertemu dengan pengunjung tamu tersebut.
Episode ini disutradarai Jamie Childs ini rasa awalnya misterius tapi kemudian suasananya tiba-tiba berubah sesuai dengan campur tangan karakter pemeran utamanya.
Tidak hanya episode ini saja, David Thewlis sebagai aktor berhasil menunjukan pesonannya, episode ini adalah ajang pamer semua departemen yang ada di dalamnya.
Visual episode ini menghantui, lengkap dengan ending yang membuat saya terbayang-bayang selama beberapa hari.
Dengan mengeluarkan budget sebesar 15 juta dollar per episode. FilmThe Sandman merupakan salah satu produk Netflix yang sangat terlihat megah dan mewah jika bandingkan dengan proyek 200 juta dollar Netflix yang bertajuk The Gray Man.
Setiap adegan yang terlihat besar dan megah. Istana Dream sungguh-sungguh mempesona, begitu juga dengan nerakanya Lucifer.
- online casino india
- best online casino in india
- best online casino india
- online casino india real money
- online casino in india
- online casino games in india
- online casino games india
- online casino real money india
- best casino in india online
- online casino games for real money
- casino in india online
- casino games india
- best casino in india
- online casino game real money
- casino india online
- crazy time casino india
- casino online india
- online casino play for real money
- casino games in india
- best online live casino india